Powered By Blogger

Sabtu, 12 November 2011

pengertian kalimat


BAB II
                                                             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kalimat
            Dardjowidojo (1988: 254) menyatakan bahwa kalimat ialah bagian terkecil dari suatu  ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.  Slametmuljana (1969) menjelaskan kalimat sebagai keseluruhan pemakaian kata yang berlagu, disusun menurut sistem bahasa yang bersangkutan; mungkin yang dipakai hanya satu kata, mungkin lebih. 
            Badudu (1994:3-4) mengungkapkan bahwa sebagai sebuah satuan, kalimat memiliki dimensi bentuk dan dimensi isi. Kalimat harus memenuhi kesatuan bentuk, sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadi kesatuan arti kalimat. Kalimat yang strukturnya benar tentu memiliki kesatuan bentuk sekaligus arti. Wujud struktur kalimat adalah rangkaian kata-kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata kalimat. Isi suatu kalimat adalah gagasan yang dibangun oleh rangkaian konsep yang terkandung dalam kata-kata. Jadi, kalimat yang baik adalah kalimat yang selalu memiliki struktur yang jelas. Setiap unsur yang terdapat di dalamnya harus menepati posisi yang jelas dalam hubungan satu sama lain.
           Kridalaksana (2001:92) juga mengungkapkan kalimat sebagai satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa;  klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan; satuan proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa, yang membentuk satuan bebas; jawaban minimal, seruan, salam, dan sebagainya.
            Berdasarkan dengan berbagai pendapat tentang definisi kalimat, maka dapat disimpukkan kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh, dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, keras, lembut, disela jeda, serta memiliki intonasi akhir. Dalam wujud tulisan kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhira tanda titik (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!).
Contoh :
a.       Budi pergi kelapangan untuk bermain bola.
b.      Apakah Budi pergi kelapangan untuk bermain bola ?
c.       Budi, pergilah kamu kelapangan untuk bermain bola !
B.     Pola-pola dan Bagian-bagian Kalimat
Susunan kata-kata yang membentuk suatu kalimat disebut struktur kalimat, sedang kedudukan kata-kata dalam hubungan fungsi kata dalam satu kalimat disebut pola kalimat. Pola kailimat dilihat dalam segi bentuknya, ada pola dasar, pola lengkap atau pola sempurna dan pola tidak sempurna.
Kalimat berpola dasar adalah pola kalimat yang terdiri atas subyek dan predikat. Dapat pula dijelaskan bahwa kalimat itu terdiri atas satu kata yang berfungsi sebagai subyek dan satu lagi sebagai predikat.
Contoh:
Ini ibu Budi
S          P
Kalimat yang berpola lengkap adalah kalimat yang terdiri dari atas subyek, predikat dan  obyek.
Contoh:
Ani menyapu halaman
S          P          O
Ani menyapu halaman yang kotor
S          P          O                     K

C.     Kalimat Sederhana dan Kalimat Luas

1.      Kalimat Sederhana
            Kalimat sederhana merupakan kalimat yang strukturnya menjadi dasar struktur kalimat suatu bahasa . Kalimat itu ditandai oleh faktor kesesuaian bentuk makna, fungsi, kesederhanaan unsur, dan posisi atau urutan unsur. Menurut kesesuain bentuk maknanya., kalimat sederhana memiliki bentuk yang utuh atau legkap. Menurut fungsinya, kalimat sederhana adalah kalimat berita. Ditinjau dari segi kesederhanaannya, kalimat sederhana memiliki unsur-unsur minimal. Berdasarkan urutan unsur-unsurnya, posisi gatra-gatra kalimat sederhana berurutan menurut segi ketergantungan diantara sesamanya. Sifat ketergantungan ini ditentukan oleh struktur fungsionalnya: SP, SPO, SPK, SPOK.
            Syarat pertama struktur kalimat sederhana adalah bentuknya yang lengkap, dengan kata lain kalimat sederhana termasuk kalimat lengkap. Kelengkapan bentuk kalimat sederhana merupakan kelengkapan minimal. Artinya, bila unsur-unsur kalimat itu ditiadakan, maka kalimat itu bukan lagi kalimat sederhana.


Contoh:
·         Dia duduk.
·         Dia berlari.
·         Dia menangis.
·         Dia membaca.
            Kalimat Sederhana dibagi atas dua bagian, yaitu kalimat yang tak berklausa dan kalimat yang berklausa satu.
Sebelum kita membahas mengenai kalimat tak berklausa dan kalimat yang berklausa satu dalam kalimat sederhana, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu klausa? Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Pendapat lain mengatakan: “Klausa adalah suatu kontruksi yang didalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional, yang dalam tatabahasa lama dikenal dengan pengertian subjek, predikat, objek, dan keterangan-keterangan.”
a.       Kalimat tak berklausa
Kalimat tak berklausa adalah kalimat yang tidak terdiri dari klausa.
Contoh:
·         Selamat pagi!
·         Pergi!
b.      Kalimat berklausa satu
Kalimat yang berklausa satu adalah kalimat yang terdiri dari satu klausa.
Contoh:
·         Lembaga itu menerbitkan majalah sastra.
2.      Kalimat Luas
Kalimat luas adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat luas itu bermacam-macam. Macam-macam kalimat luas terdiri atas kalimat luas setara dan kalimat luas tak setara.
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.
1.      Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”


2.      Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
3.      Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional.
4.      Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
D. Gatra Kalimat
Kemahiran menyusun kalimat dalam pelbagai variasi dapat dikuasai setelah mengenali gatra kalimat. Gatra kalimat adalah bagian kalimat yang menduduki jabatan tertentu dalam kalimat.Tiap kalimat terdiri atas dua bagian inti yaitu gatra subjek dan gatra predikat. Gatra subjek umumnya terdiri dari kata benda dan adalah bagian yang diterangkan. Sedangkan gatra predikat dapat terdiri dari kata sifat, kata kerja, atau kata benda, dan adalah sebagai yang menerangkan.
Contoh:
Subjek Predikat
Saya wartawan
Saya wartawan harian
Saya warawan harian EKSPRESI
Orang itu wartawan
Orang aneh itu wartawan harian
Orang berkacamata itu wartawan harian EKSPRESI

            Susunan kalimat dengan pola S-P (garta subjek didahulukan) seperti di atas dapat dibalik menjadi susunan P-S, yang disebut inversi. Dengan mengubah susunan kalimat, apa yang menyatakan subjek tidak lagi dipentingkan, tetapi lebih menonjolkan apa yang dinyatakan predikat. Pada susunan S-P, kalimat mengandung informasi. Sedang pada susunan P-S nilai emosional lebih menonjol dan nilai informasi terdesak ke belakang.

wartawan Orang itu.
wartawan harian Orang aneh itu.
wartawan harian EKSPRESI Orang aneh berkacamata itu.
            Mengubah susunan kalimat dengan mempertukarkan posisi gatra kalimat, disebut permutasi. Permutasi gatra kalimat dapat dilakukan secara luwes. Asal diingat, gatra kalimat bisa terdiri atas satu kata atau sekelompok kata. Tidak setiap kelompok kata merupakan gatra. Karena itu yang bisa dipermutasi adalah gatra kalimat, bukan semata-mata kata atau kelompok kata.

Perhatikan contoh berikut:
Saya dulu menjadi wartawan harian EKSPRESI di Yogyakarta sebelum Indonesia merdeka.
Saya : gatra subjek.
dulu : keterangan terhadap gatra predikat, yaitu keterangan waktu (dulu menjelaskan kapan jadi wartawan) dan disebut gatra keterangan waktu.
wartawan harian EKSPRESI : gatra predikat, yaitu keterangan tempat (di mana menjadi wartawan) dan disebut gatra keterangan tempat.
sebelum Indonesia merdeka : keterangan terhadap gatra predikat, yaitu keterangan waktu (menjelaskan kapan persisnya menjadi wartawan) dan disebut gatra keterangan waktu.


Maka, kalau gatra kalimat tersebut dipermutasi, diperoleh kemungkinan berikut:
Dulu/ wartawan harian EKSPRESI/ saya/ sebelum Indonesia merdeka/ di Yogyakarta.
Di Yogyakarta/ saya/ sebelum Indonesia merdeka/ dulu/ wartawan harian EKSPRESI.
Sebelum Indonesia merdeka/ wartawan harian EKSPRESI/ dulu/ di Yogyakarta/ saya.
Dulu/ di Yogyakarta/ saya/ wartawan harian EKSPRESI/ sebelum Indonesia merdeka.
Perhatikan bahwa setelah mengalami permutasi gatra, muncul penonjolan tertentu ketika kita membaca kalimat yang telah mengalami permutasi itu.
Penguasaan atas permutasi gatra diperlukan untuk menyusun kalimat judul yang menarik.

E. Kalimat Analitis dan Sintetis
Kalimat pernyataan yang bersifat analitis ialiah kalimat yang di dalamnya terkandung kebenaran yang  dan berlaku dimana-mana. Berarti kalimat itu mengandung kebenaran unsur-unsur pembentuknya. Hubungan antara konsep-konsep saling menutupi. Contoh “bujang adalah status orang yang tidak kawin” atau “kucing adalah binantang” adalah kalimat analitis. Sedangkan kalimat sintetis adalah kalimat yang kebenarannya didasarkan pada hasil observasi dan pengamatan. Contoh “semua orang bujang senang” merupakan kalimat sintetis karena pernyataan dalam kalimat itu tidak mengandung kebenaran yang bersifat umum. Kebenaran pernyataan tersebut hanya berlakudi dunia tertentu da waktu tertentu berdasarkan hasil pengamatan dan observasi. Perhatikan kalimat di bawah ini.
1.      Semua orang yang kikir adalah orang yang pelit.
2.      Semua orang yang kikir adalah orang kaya.
3.      Semua orang kikir patut dikasihani.

Untuk dapat menentukan dan menjawab mana di antara tiga kalimat di atas bersifat analitis dan sintetis, maka rang harus menentukan dahulu definisi kikir. Apakah pengertian kikir meliputi pelit, kaya, patut dikasihani.semua orang akan menerima bahwa kalimat (1) adalah kalimat analitis dan kalimat (2) dan (3) adalah kalimat sintesis.
Dalam hubungan dengan bahasa/ragam bahasa ilmiah, seorang ilmuwan harus menentukan dan memberikan definisi tentang obyeknya demikian rupa agar kalimat yang dihasilkan itu merupakan kalimat analitis atau sintetis.
Contoh:
4.      Semua karnivora makan daging.
5.      Semua binantang mamalia melahirkan anak.
Pertanyaan kita adalah apakah kalimat-kalimat itu merupakan analitis atau sintesis. Dua kalimat di atas menimbulkan masalah, selama ini para ilmuwan menerima kalau kalimat 4 dan 5 di atas itu adalah kalimat analitis. Akan tetapi, panda raksasa, yang di klasifikasikan oleh para zoologis, sebagai karnivora, hidup semata-mata dari tunas bamboo. Sedangkan platipus , yang di klasifikasi sebagai mamalia, malah bertelur. Kedua kalimat tersebut tidaklah benar secara analitis, tetapi tidak juga tidaklah salah secara sintesis. Keterlibatan kita da lam penentuan kalimat itu analitis atau sintetis tergantung pada definisi karnivora dan mamalia. Disinilah terletak tugas seorang ilmuwan untuk tetap mempertahankansistem klasifikasi atau mengubah definisi, atau dengan menentukan kemungkinan pengecualiaan.
            Dapat di katakana sebuah proposisis yang berupa kaliat berita bersifat analitis jika kebenarannya ditentukan oleh dan hanya oleh bentuknya yang logis dan makna dari unsur-unsur komponennya.sebuah proposisi itu bersifat analitis jika kebenarannya berlaku di seluruh dunia atau di berbagai dunia. Sebuah proposisi yang sintetis dapat benara dan salah karena kebenaran dan kesalahannya ditentukan oleh fakta yang terjadi secara kebetulan dan tidak dapat ditentukan hanya oleh analitisnya yang logis. Di dalam penulisan ilmiah perlu diperhatikan pernyataan yang bersifat analitis dan pernyataan yang bersifat sintetis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar