Powered By Blogger

Rabu, 25 April 2012

proses perencanaan dalam menejemen


A.    Proses Perencanaan
1.      Pengantar
Perencanaan diperlukan dan terjadi dalam berbagai bentuk organisasi, sebab perencanaan ini merupakan proses dasar manajemen di dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan. Perencanaan diperlukan dalam setiap jenis kegiatan baik itu kegiatan organisasi, perusahaan maupun kegiatan di masyarakat, dan perencanaan ada dalam setiap fungsi-fungsi manajemen, karena fungsi-fungsi tersebut hanya dapat melaksanakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
2.      Batasan Perencanaan
Menurut Newman perencanaan (planning) is deciding in advance what is to be done. Sedangkan menurut A. Allen planning is the determination of a course of action to achieve a desired result. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perencanaan yaitu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa (What) siapa (Who) kapan (When) dimana (When) mengapa (Why) dan bagaimana (How) jadi perencanaan yaitu fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan dari sekumpulan kegiatan-kegiatan dan pemutusan tujuan-tujuan, kebijaksanaan serta program-program yang dilakukan.
3.      Unsur-unsur Perencanaan
Perencanaan yang baik harus dapat menjawab enam pertanyaan yang disebut sebagai unsur-unsur perencanaan yaitu:
a.       Tindakan apa yang harus dikerjakan
b.      Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan
c.       Dimana tindakan tersebut dilakukan
d.      Kapan tindakan tersebut dilakukan
e.       Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut
f.       Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut
4.      Sifat Rencana yang Baik
Rencana yang baik harus memuat sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Pemakaian kata-kata yang sederhana dan jelas dalam arti mudah dipahami oleh yang menerima sehingga penafsiran yang berbeda-beda dapat ditiadakan.
b.      Fleksibel, suatu rencana harus dapat menyesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya bila ada perubahan keadaan maka tidak semua rencana dirubah dan dimungkinkan diadakan penyesuaian-penyesuaian saja. Sifatnya tidak kaku harus begini dan begitu walaupun keadaan lain dari yang direncanakan.
c.       Stabilitas, tidak perlu setiap kali rencana mengalami perubahan jadi harus dijaga stabilitasnya setiap rencana harus ada harus ada dalam perimbangan.
d.      Ada dalam perimbangan berarti bahwa pemberian waktu dan faktor-faktor produksi kepada siapa tujuan organisasi seimbang dengan kebutuhan.
e.       Meliputi seluruh tindakan yang  dibutuhkan, jadi meliputi fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.
5.      Proses Pembuatan Rencana
a.       Menetapkan tugas dan tujuan.
Antara tugas dan tujuan tidak dapat dipisahkan, suatu rencana tidak dapat di formulir tanpa ditetapkan terlebih dahulu apa yang menjadi tugas dan tujuannya.
Tugas diartikan sebagai apa yang dilakukan, sedang tujuan yaitu suatu atau nilai yang akan diperoleh.
b.      Observasi dan analisa
Menentukan faktor-faktor apa yang dapat mempermudah dalam pencapaian tujuan (Observasi) bila sudah diketahui dan terkumpul, maka dilakukan analisa terhadapnya untuk ditentukan mana yang digunakan.
c.       Mengadakan kemungkinan-kemungkinan
Faktor yang tersedia memberikan perencanaan membuat beberapa kemungkinan dalam pencapaian tujuan. Dimana kemungkinan yang telah diperoleh dapat diurut atas dasar tertentu, misalnya lamanya penyelesaian, besarnya biaya yang dibutuhkan efisiensi dan efektivitas dan lain sebagainya.
d.      Membuat sintesa
Sintesa yaitu alternatif yang akan dipilih dari kemungkinan-kemungkinan yang ada dengan cara mengawinkan sintesa dari kemungkinan-kemungkinan tersebut, dan kemungkinan-kemungkinan yang ada mempunyai kelemahan-kelemahan.
6.      Siapa Pembuat Rencana
a.       Panitia perencanaan
Panitia ini terdiri dari beberapa unsur yang mewakili beberapa pihak, yang masing-masing membawakan misinya untuk menghasilkan suatu rencana, dengan harapan rencana yang dibuat akan lebih baik.
b.      Bagian perencanaan
Seringkali tugas perencanaan, merupakan tugas rutin dalam suatu organisasi atau perusahaan, ini merupakan satu unit dalam suatu organisasi yang bertugas khusus membuat rencana. Jadi disini tidak ada unsur perwakilan yang mewakili suatu bagian dalam organisasi.
c.       Tenaga staf
Pada sebuah organisasi atau perusahaan ada dua kelompok fungsional yaitu:
·         Pelaksana, tidak disamakan dengan  pemimpin yaitu kelompok yang langsung menangani pekerjaan
·         Staf (pemikir) yaitu kelompok yang tidak secara langsung menghasilkan barang atau produk perusahaan, tugasnya menganalisa fakta-fakta untuk kemudian merencanakan sesuatu yang berguna.

musaqoh


Pengertian Musaqah
            Musaqah menurut bahasa adalah “As-Saqyu” yang artinya penyiraman. Sedangkan menurut istilah musaqah adalah  bentuk kerjasama antara pemilik kebun (tanah) dengan petani atau penggarapnya, sehingga kebun (tanah) tersebut menghasilkan sesuatu, dan hasilnya dibagi berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh keduanya. 
 Dasar Hukum Musaqah
Musaqah hukumnya jaiz (boleh), hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW :
عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ الله ُعَنْهُمَاأَنَّ النَّبِيَّ ص م عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ
ثَمَرٍأَوْزَرْعٍ    (متفق عليه)
Dari ibnu Umar ra. “bahwasanya Nabi SAW telah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari lahan tersebut” (HR. Muttafaq Alaih).
Rukun dan Syarat Musaqah
1. Rukun Musaqah
            Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa yang menjadi rukun dalam akad musaqah adalah ijab dari pemilik tanah perkebunan,  Kabul dari petani penggarap, dan pekerjaan dari pihak penggarap.
            Adapun menurut Jumhur ulama fiqh yang terdiri dari ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendirian bahwa rukun musaqah itu ada lima, diantaranya yaitu:[1]
1.      Dua orang atau pihak yang melakukan akad
2.      Tanah yang dijadikan objek musaqah
3.      Jenis usaha yang akan dilakukan oleh petani atau penggarap
4.      Ketentuan mengenai penbagian hasil musaqah
5.      Ijab dan Kabul (shighat)
2. Syarat Musaqah:
1.  Pohon atau tanaman yang dipelihara harus jelas dan dapat dilihat
2. Waktu pelaksanaan musaqah harus jelas, misalnya 1tahun, 2 tahun ataupun sekali panen atau lainnya, dengan tujuan agar terhindar dari perselisihan di kemudian hari.
3. Akad musaqah yang dibuat hendaknya sebelum nampak buahnya atau hasil dari tanaman itu.
4. Pembagian hasil yang disebutkan harus jelas
Berakhirnya Akad Musaqah
            Menurut para ulama fiqh, akad musaqah berakhir apabila:[2]
1.      Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis
2.      Salah satu pihak meninggal dunia
3.      Ada uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad.    
Aplikasi Musaqah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Musaqah dalam lembaga keuangan syariah merupakan produk khusus yang berkembang di bidang sektor pertanian, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertaniannya dengan benihnya kepada petani atau penggarap lahan untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh keduanya.
Menurut pendapat Syafi’I Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari Teori ke Praktik menuliskan, ada lima prinsip dasar dalam perbankan syariah. Yaitu: prinsip titipan atau simpanan (depeosito/ al-wadi’ah), jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease), jasa (fee-based services), dan bagi hasil (profit sharing).
Dalam prinsip dasar yang disebutkan terakhir (bagi hasil) ini, terdapat musyarakah, mudharabah, muzara’ah, dan musaqah  Dalam konteks ini, lembaga keuangan islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang perkebunan atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen kebun.
Dari semua pendapat ulama mengenai objek musaqah, tentunya yang lebih relevan adalah pendapat yang membolehkan musaqah untuk semua tanaman atau pepohonan baik yaang berbuah ataupun tidak seperti sayur-sayuran. Hal ini dikarenakan jika melihat pendapat ulama yang membolehkan musaqah hanya sebatas pada kurma dan anggur, maka hal ini akan menyia-nyiakan tanaman yang lain yang juga mempunyai banyak manfaat. Apalagi, tidak semua pemilik kebun yang bisa menggarap kebunnnya sendiri. Disamping itu, banyak juga orang yang mempunyai skill untuk merawat kebun akan tetapi tidak memilki kebun. Dari sinilah, hubungan antara pemilik kebun dan tukang kebun saling melengkapi.
Contoh konkritnya diperbankan adalah ketika seorang nasabah bekerja sama dengan bank yang mengembangkan dananya melalui sektor riil semacam agrobisnis dan perkebunan. Dalam hal ini, bank mencari seseorang atau beberapa pekerja yang dijadikan sebagai tukang kebun yang bertugas merawat, menjaga, dan yang paling inti adalah menyirami kebun tersebut. Ketika kebun tersebut sudak berbuah, maka bank dan tukang kebun berbagi hasil sesuai dengan prosentase yang sudah ditentukan pada awal akad.


[1] Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat. Hlm.110
[2] Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat. Hlm.112