Powered By Blogger

Rabu, 30 November 2011

imam abu hanifah


 Biografi Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi.
Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri. . Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafi’i ” Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “. karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut.  
Kemasyhuran nama tersebut menurut para ahli sejarah ada beberapa sebab: 1.  Karena ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Hanifah, maka ia diberi julukan dengan Abu Hanifah. 2.  Karena semenjak kecilnya sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang dipelajarinya, maka ia dianggap seorang  yang hanif (kecenderungan/condong) pada agama. Itulah sebabnya ia masyhur dengan gelaran Abu Hanifah. 3.  Menurut bahasa Persia, Hanifah bererti tinta. Imam Hanafi sangat rajin menulis hadith-hadith, ke mana, ia pergi selalu membawa tinta. Karena itu ia dinamakan Abu Hanifah. Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar.
2.2 Madzhab Hanafi
2.2.1 Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah: Nu’man bin Tsabit bin Zautha. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’I, beliau lebih dikenal dengan sebutan: Abu Hanifah An Nu’man. Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fikih beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama tâbi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar. Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama ahli pemikiran (Ahlu al-Ra’yi). Maka disebut juga mazhab Ahlu alRa’yi masa tâbi’it tâbi’in.
2.2.2 Dasar-dasar Mazhab Hanafi
Abu hanafi adalah seorang ulama cerdas yang terkenal dalam bidang qiyas dan istihsan. Mahzab Abu Hanifah sebagai gambaran yang jelas atas dan nyata tetang samaan hukum-hukum fiqh dalam Islam dengan pandangan-pandangan masyarakat disemua tingkat kehidupan. Beliau dalam mengambil hukum sebuah permasalahan disesuaikan dengan masa itu atau sesuai dengan kebituhan masyarakat. Namun, beliau hukum-hukum beliau tidak menyimpang dari hukum atau ketetapan ajaran agama Islam. Beliau menggunakan istihsan ketika beliau sudah tidak menemukan lagi nashnya dalam Al-Quran dan Al-Hadist ataupun ijma. Dalam mahzab fiqhnya, beliau menggunakan urutan (level) dalam istimbatnya sebagai berikut; 
1)      Al-Quran
2)       Al-hadist 
3)       Ijma
4)       Qiyas 
5)       Istihsan.
Abu Hanifah berkata “Aku memberikan hukum berdasarkan Al-Quran, apabila tidak saya jumpai dalam Al-Quran, maka aku mennggunakan hadist rasulullah. dan jika tidak ada dalam keduanya, aku dasarkan pada pendapat para sahabat-sahabatnya aku (berpegang) kepada pendapat siapa saja dari para sahabat dan aku tinggalkan apa saja yang tidak aku sukai dan tetap berpegang kepada satu pendapat saja.” 
2.2.3 Pandangan Orang-orang Sezaman Terhadapnya
Abdullah bin Al-Mubaraq menerangkan bahwa Abu Hanifah adalah lambang. Seorang dari musuh bertanya: lambang dari kebaikan atau kejahatan? Abdullah menjawab: Engkau diam,Abu Hanifah adalah lambang dari kebaikan dan perantaraan dari kejahatan. Kemudian Abdullah membawakan sebuah hadist. Kami jadikan anak mariam (Nabi Isa) dan ibunya Mariam sebagai lambang. Ibnu Jarir merasa sedih ketika beliau mendengar bahwa Abu Hanifah telah meninggal dunia dan berkata: “Ilmu sudah hilang.” Dari kejadian-kejadian di atas menandakan bahwa begitu dicintai dan dihormati oleh sahabat-sahabatnya dikarenaan begitu tinggi keilmuannya dan begitu banyak yang telah beliau sumbang sisihkan terhadap perkembangan keilmuan Islam khususnya pada masalah fiqh.
2.2.4 Daerah-daerah Penganut Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak), kemudian tersebar ke negara negara Islam bagian timur. Dan sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Mazhab ini juga dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.


2.3 Metode (Pendapat), Fiqh Imam Abu Hanifah
Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar dari Rasulullah saw yang shahih dan saya yakini kebenarannya, jika tidak saya temukan di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, saya cari perkataan Sahabat, saya ambil yang saya butuhkan dan saya tinggalkan yang tidak saya butuhkan, kemudaian saya tidak akan mencari yang di luar perkataan mereka, jika permasalahan berujung pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena beliau menganggap mereka adalah mujtahid) maka saya akan berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”. 
Metode yang dipakainya itu jika kita rincikan maka ada sekitar 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah: al-Qur’an; Sunnah, Ijma’, Perkataan Shahabat, Qiyas, Istihsan dan ‘Urf (Adat).
1.      Al-Qur’an, Abu Hanifah memandang al-Qur’an sebagai sumber pertama pengambilan hukum sebagaimana imam-imam lainnya. Hanya saja beliau berbeda dengan sebagian mereka dalam menjelaskan maksud (dilalah) al-Qur’an tersebut, seperti dalam masalah mafhum mukhalafah.Sunnah/Hadits, Imam Abu Hanifah juga memandang Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sebagaimana imam-mam yang lain.
2.       Yang berbeda adalah beliau menetapkan syarat-syarat khusus dalam penrimaan sebuah hadits (mungkin bisa dilihat di Ushul Fiqh), yang memperlihatkan bahwa Abu Hanifah bukan saja menilai sebuah hadits dari sisi Sanad (perawi), tapi juga meneliti dari sisi Matan (isi) hadits dengan membandingkannya dengan hadits-hadits lain dan kaidah-kaidah umum yang telah baku dan disepakati.
3.       Ijma’, Imam Abu Hanifah mengambil Ijma’ secara mutlak tanpa memilah-milih, namun setelah meneliti kebenaran terjadinya Ijma’ tersebut.
4.       Perkataan Shahabah, metode beliau adalah jika terdapat banyak perkataan Shahabah, maka beliau mengambil yang sesuai dengan ijtihadnya tanpa harus keluar dari perkataan Shahabah yang ada itu, dan jika ada beberapa pendapat dari kalangan Tabi’in beliau lebih cenderung berijtihad sendiri.
5.       Qiyas, belaiu menggunakannya jika mendapatkan permasalahan yang tidak ada nash yang menunjukkan solusi permasalahan tersebut secara langsung atau tidak langsung (dilalah isyarah atau thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Imam Abu Hanifah dalam mencari sebab (ilat) hukum.
6.       Istihsan, dibandingkan imam-imam yang lain, Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling seirng menggunakan istihsan dalam menetapkan hukum.
7.      Urf, dalam masalh ini Imam Abu Hanifah juga termasuk orang yang banyak memakai ‘urf dalam masalah-masalah furu’ Fiqh, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan budak, akad dan syarat. 

Selasa, 15 November 2011

dasar pengambilan keputusan


1.      Dasar Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dapat di lakukan atas dasar: (a). perorangan atau (b). kelompok.  Yang pertama bisa di lakukan apa bila mudah memutuskannya dan seluruh alternatif mendukung keputusan tersebut. Keputusan perorangan dapat mendukung peranan populer seorang manajer. Situasi-situasi darurat umumnya di putuskan secara perorangan. Kondisi seperti itu selalu akan timbul, tetapi tidak boleh menilai setiap kondisi sebagai situasi darurat untuk membenarkan pengambilan keputusan secara perorangan.
Pengambilan keputusan secara kelompok kini semakin populer. Mereka yang terkena suatu keputusan kelompok di beri kesempatan untuk berpartisipasi di dalam perumusannya. Di samping itu terbuka kemungkinan memasukkan penilaian dari para ahli dan teknisi yang mempunyai pengetahuan khusus tentang permasalahan yang sedang di hadapi itu ke dalam pertimbangan keputusan. Sumbangan-sumbangan pikiran dari pribadi-pribadi anggota perusahaan tidaklah selalu sama. Ada yang hanya berbicara terlampau banyak, bahkan melebihi permasalahan yang sedang di hadapi. Ada juga yang berpedapat bahwa pekerjaan mengambil keputusan pada dasarnya merupakan tugas yang sangat menjemukan dan bersifat perorangan. Mereka juga beranggapan bahwa di dalam keputusan kelompok pun akhirnya di putuskan oleh seorang saja. Penilaian-penilaian kondisi dapat dilakukan kelompok, tetapi keputusan akhir harus di lakukan oleh satu orang saja[1].
2.      Evaluasi
Berbagai dasar untuk mengadakan evaluasi terhadap alternative-alternatif pilihan. Teknik evaluasinya diawali dari pembuatan perkiranaan yang sederhana sehingga akhirnya memakai analisa-analisa matematis yang rumit. Sebenarnya tidak ada satu dasar pun yang tepat dan berlaku untuk semua kondisi.
Pilihan alternatif banyak ditentukan oleh latar belakang dan pengetahuan seorang menejer. Cara-cara memilih alternative berikut ini merupakan beberapa diantara yang penting.
a.       Analisa marginal. Teknik tersebut membandingkan biaya tambahan dengan pendapatan yang berasal dari tambahan satu atau beberapa unit produksi. Titik maksimum labanya terdapat di dalam volume dimana dilakukan penambahan terakhir dan penetapan tambahannya adalah sama dengan tambahan biayanya.
Setiap volume yang berada dibawah batas tersebut, maka pendapatan marjinal melebihi biaya marjinalnya dan setiap volume yang berada diatas batas tersebut, maka biaya marjinal melebihi pendapatan marjinalnya.
b.      Teori psikologi. Banyak orang mempermasalahkan bahwa keputusan-keputusan para menejer tidak selalu bersifat ekonomis. Keputusan tentang luas ruangan kantor misalnya dipengaruhi oleh nilai-nilai psikologis. Disamping itu ada contoh-contoh yang  didasarkan pada ego pribadi anggota menejemen atau semata-mata karena diputuskan oleh top menejer saja.
c.       Intuisi. Mengambil keputusan yang didasarkan pada naluri, sebenarnya menggunakan “perasaan hati nurani” pihak yang mengambil keputusan tersabut. Mungkin dia memakai indera yang ke enam dan memakai perasaan untuk “melihat ke dalam suatu situasi”. Prosesnya tidak berlangsung secara tidak rasional tanpa suatu pola tertentu. Walaupun demikian, diakui juga bahwa di dalam proses pengambilan keputusan sebenarnya ada unsur-unsur naluri yang mendorong keyakinan ke arah percepatan proses pemutusan.
d.      Pengalaman. Akrab dengan dan memahami permasalahan perlu didukung oleh pengalaman. Pengalaman memberi petunjuk, membedakan dan melihat situasi yang telah lalu, memanfaatkan pengetahuan praktis dan menerima keputusa dari pihak-pihak lain. Ada yang berpendapat bahwa menaruh kepercayaan kepada pengalaman dalam pengambilan keputusan merupakan tindakan yang telah using.
Segala sesuatunya akan berubah; pengambilan keputusan yang sukses di masa lalu belum tentu akan sukses di masa mendatang. Pengalaman perlu dimanfaatkan, akan tetapi tidak perlu terikat.
e.       Mengikuti pemimpinannya. Banyak sekali keputusan mengikuti contoh diambil mengikuti contoh keputusan yang dibuat oleh pemimpinnya. Pada kondisi seperti itu, biasanya sudah ada keputusan-keputusan pokok.
f.       Percobaan. “mencoba alternative sambil melihat hasilnya”, merupakan cara yang agak efektif dalam menentukan arah tujuan yang ingin dicapai. Cara tersebut dilakukan di dalam eksperimen-eksperimen ilmiah dan di dalam merancang atau pengembangkan suatu produk baru atau mencoba sales di pasar-pasar tertentu sebelum memasarkannya secara umum. Melakukan suatu eksperimen relative tinggi biayanya dan di sertai asumsi bahwa kondisi di masa yang akan datang mencontoh kondisi masa lalu.
g.      Analisa. Untuk mencapai suatu keputusan, maka problemanya dapat di pecah menjadi komponen-komponen, setiap komponen di pelajari secara seksama dan di hubungkan dengan komponen-komponen yang lain. Dengan cara tersebut, maka aspek-aspek kritis dalam pengambilan keputusan ditampilkan ke muka sambil mencari hubungan kausalnya, karena aspek-aspek tersebut berpengaruh kepada sasaran-sasaran yang hendak di capai. Dengan pendekatan seperti itu dapat mempersempit fakta yang mungkin penting bagi keputusan yang akan dipilih. Siapakah yang harus mengambil keputusan-keputusan manajerial? Suatu keputusan harus di ambil oleh seseorang yang berada pada tingkat yang paling bawah dari organisasi yang memiliki kemampuan, keinginan dan bisa mendapatkan informasi yang relevan dan yang mampu “menimbang” factor-faktor permasalahan secara bebas. Tidak mudah untuk menentukan orangnya.
v  Keterlibatan Bawahan dalam Pembuatan Keputusan
Keterlibatan bawahan dalam pembuatan keputusan dapat bersifat resmi misalnya dengan pembuatan kelompok, bisa juga bersifat tidak resmi misalnya dengan meminta gagasan dan saran-saran. Pembuatan keputusan yang didasarkan pada sifat formal lebih efekif karena banyak masukan-masukan pengetahuan yang lainnya. Karakteristik situasi keputusan dan gaya pembuatan keputusan manajemen akan mempengaruhi dan menentukan apakah pembuatan keputusan dilakukan secara kelompok atau tidak.





[1] George R. terry, prinsip-prinsip manajemen, Jakarta, bumi aksara :1993 hal 34-38

dasar pengambilan keputusan


1.      Dasar Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dapat di lakukan atas dasar: (a). perorangan atau (b). kelompok.  Yang pertama bisa di lakukan apa bila mudah memutuskannya dan seluruh alternatif mendukung keputusan tersebut. Keputusan perorangan dapat mendukung peranan populer seorang manajer. Situasi-situasi darurat umumnya di putuskan secara perorangan. Kondisi seperti itu selalu akan timbul, tetapi tidak boleh menilai setiap kondisi sebagai situasi darurat untuk membenarkan pengambilan keputusan secara perorangan.
Pengambilan keputusan secara kelompok kini semakin populer. Mereka yang terkena suatu keputusan kelompok di beri kesempatan untuk berpartisipasi di dalam perumusannya. Di samping itu terbuka kemungkinan memasukkan penilaian dari para ahli dan teknisi yang mempunyai pengetahuan khusus tentang permasalahan yang sedang di hadapi itu ke dalam pertimbangan keputusan. Sumbangan-sumbangan pikiran dari pribadi-pribadi anggota perusahaan tidaklah selalu sama. Ada yang hanya berbicara terlampau banyak, bahkan melebihi permasalahan yang sedang di hadapi. Ada juga yang berpedapat bahwa pekerjaan mengambil keputusan pada dasarnya merupakan tugas yang sangat menjemukan dan bersifat perorangan. Mereka juga beranggapan bahwa di dalam keputusan kelompok pun akhirnya di putuskan oleh seorang saja. Penilaian-penilaian kondisi dapat dilakukan kelompok, tetapi keputusan akhir harus di lakukan oleh satu orang saja[1].
2.      Evaluasi
Berbagai dasar untuk mengadakan evaluasi terhadap alternative-alternatif pilihan. Teknik evaluasinya diawali dari pembuatan perkiranaan yang sederhana sehingga akhirnya memakai analisa-analisa matematis yang rumit. Sebenarnya tidak ada satu dasar pun yang tepat dan berlaku untuk semua kondisi.
Pilihan alternatif banyak ditentukan oleh latar belakang dan pengetahuan seorang menejer. Cara-cara memilih alternative berikut ini merupakan beberapa diantara yang penting.
a.       Analisa marginal. Teknik tersebut membandingkan biaya tambahan dengan pendapatan yang berasal dari tambahan satu atau beberapa unit produksi. Titik maksimum labanya terdapat di dalam volume dimana dilakukan penambahan terakhir dan penetapan tambahannya adalah sama dengan tambahan biayanya.
Setiap volume yang berada dibawah batas tersebut, maka pendapatan marjinal melebihi biaya marjinalnya dan setiap volume yang berada diatas batas tersebut, maka biaya marjinal melebihi pendapatan marjinalnya.
b.      Teori psikologi. Banyak orang mempermasalahkan bahwa keputusan-keputusan para menejer tidak selalu bersifat ekonomis. Keputusan tentang luas ruangan kantor misalnya dipengaruhi oleh nilai-nilai psikologis. Disamping itu ada contoh-contoh yang  didasarkan pada ego pribadi anggota menejemen atau semata-mata karena diputuskan oleh top menejer saja.
c.       Intuisi. Mengambil keputusan yang didasarkan pada naluri, sebenarnya menggunakan “perasaan hati nurani” pihak yang mengambil keputusan tersabut. Mungkin dia memakai indera yang ke enam dan memakai perasaan untuk “melihat ke dalam suatu situasi”. Prosesnya tidak berlangsung secara tidak rasional tanpa suatu pola tertentu. Walaupun demikian, diakui juga bahwa di dalam proses pengambilan keputusan sebenarnya ada unsur-unsur naluri yang mendorong keyakinan ke arah percepatan proses pemutusan.
d.      Pengalaman. Akrab dengan dan memahami permasalahan perlu didukung oleh pengalaman. Pengalaman memberi petunjuk, membedakan dan melihat situasi yang telah lalu, memanfaatkan pengetahuan praktis dan menerima keputusa dari pihak-pihak lain. Ada yang berpendapat bahwa menaruh kepercayaan kepada pengalaman dalam pengambilan keputusan merupakan tindakan yang telah using.
Segala sesuatunya akan berubah; pengambilan keputusan yang sukses di masa lalu belum tentu akan sukses di masa mendatang. Pengalaman perlu dimanfaatkan, akan tetapi tidak perlu terikat.
e.       Mengikuti pemimpinannya. Banyak sekali keputusan mengikuti contoh diambil mengikuti contoh keputusan yang dibuat oleh pemimpinnya. Pada kondisi seperti itu, biasanya sudah ada keputusan-keputusan pokok.
f.       Percobaan. “mencoba alternative sambil melihat hasilnya”, merupakan cara yang agak efektif dalam menentukan arah tujuan yang ingin dicapai. Cara tersebut dilakukan di dalam eksperimen-eksperimen ilmiah dan di dalam merancang atau pengembangkan suatu produk baru atau mencoba sales di pasar-pasar tertentu sebelum memasarkannya secara umum. Melakukan suatu eksperimen relative tinggi biayanya dan di sertai asumsi bahwa kondisi di masa yang akan datang mencontoh kondisi masa lalu.
g.      Analisa. Untuk mencapai suatu keputusan, maka problemanya dapat di pecah menjadi komponen-komponen, setiap komponen di pelajari secara seksama dan di hubungkan dengan komponen-komponen yang lain. Dengan cara tersebut, maka aspek-aspek kritis dalam pengambilan keputusan ditampilkan ke muka sambil mencari hubungan kausalnya, karena aspek-aspek tersebut berpengaruh kepada sasaran-sasaran yang hendak di capai. Dengan pendekatan seperti itu dapat mempersempit fakta yang mungkin penting bagi keputusan yang akan dipilih. Siapakah yang harus mengambil keputusan-keputusan manajerial? Suatu keputusan harus di ambil oleh seseorang yang berada pada tingkat yang paling bawah dari organisasi yang memiliki kemampuan, keinginan dan bisa mendapatkan informasi yang relevan dan yang mampu “menimbang” factor-faktor permasalahan secara bebas. Tidak mudah untuk menentukan orangnya.
v  Keterlibatan Bawahan dalam Pembuatan Keputusan
Keterlibatan bawahan dalam pembuatan keputusan dapat bersifat resmi misalnya dengan pembuatan kelompok, bisa juga bersifat tidak resmi misalnya dengan meminta gagasan dan saran-saran. Pembuatan keputusan yang didasarkan pada sifat formal lebih efekif karena banyak masukan-masukan pengetahuan yang lainnya. Karakteristik situasi keputusan dan gaya pembuatan keputusan manajemen akan mempengaruhi dan menentukan apakah pembuatan keputusan dilakukan secara kelompok atau tidak.





[1] George R. terry, prinsip-prinsip manajemen, Jakarta, bumi aksara :1993 hal 34-38

Minggu, 13 November 2011

proses perencanaan dalam menejemen


A.    Proses Perencanaan
1.      Pengantar
Perencanaan diperlukan dan terjadi dalam berbagai bentuk organisasi, sebab perencanaan ini merupakan proses dasar manajemen di dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan. Perencanaan diperlukan dalam setiap jenis kegiatan baik itu kegiatan organisasi, perusahaan maupun kegiatan di masyarakat, dan perencanaan ada dalam setiap fungsi-fungsi manajemen, karena fungsi-fungsi tersebut hanya dapat melaksanakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
2.      Batasan Perencanaan
Menurut Newman perencanaan (planning) is deciding in advance what is to be done. Sedangkan menurut A. Allen planning is the determination of a course of action to achieve a desired result. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perencanaan yaitu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa (What) siapa (Who) kapan (When) dimana (When) mengapa (Why) dan bagaimana (How) jadi perencanaan yaitu fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan dari sekumpulan kegiatan-kegiatan dan pemutusan tujuan-tujuan, kebijaksanaan serta program-program yang dilakukan.
3.      Unsur-unsur Perencanaan
Perencanaan yang baik harus dapat menjawab enam pertanyaan yang disebut sebagai unsur-unsur perencanaan yaitu:
a.       Tindakan apa yang harus dikerjakan
b.      Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan
c.       Dimana tindakan tersebut dilakukan
d.      Kapan tindakan tersebut dilakukan
e.       Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut
f.       Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut
4.      Sifat Rencana yang Baik
Rencana yang baik harus memuat sifat-sifat sebagai berikut:
a.       Pemakaian kata-kata yang sederhana dan jelas dalam arti mudah dipahami oleh yang menerima sehingga penafsiran yang berbeda-beda dapat ditiadakan.
b.      Fleksibel, suatu rencana harus dapat menyesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya bila ada perubahan keadaan maka tidak semua rencana dirubah dan dimungkinkan diadakan penyesuaian-penyesuaian saja. Sifatnya tidak kaku harus begini dan begitu walaupun keadaan lain dari yang direncanakan.
c.       Stabilitas, tidak perlu setiap kali rencana mengalami perubahan jadi harus dijaga stabilitasnya setiap rencana harus ada harus ada dalam perimbangan.
d.      Ada dalam perimbangan berarti bahwa pemberian waktu dan faktor-faktor produksi kepada siapa tujuan organisasi seimbang dengan kebutuhan.
e.       Meliputi seluruh tindakan yang  dibutuhkan, jadi meliputi fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi.
5.      Proses Pembuatan Rencana
a.       Menetapkan tugas dan tujuan.
Antara tugas dan tujuan tidak dapat dipisahkan, suatu rencana tidak dapat di formulir tanpa ditetapkan terlebih dahulu apa yang menjadi tugas dan tujuannya.
Tugas diartikan sebagai apa yang dilakukan, sedang tujuan yaitu suatu atau nilai yang akan diperoleh.
b.      Observasi dan analisa
Menentukan faktor-faktor apa yang dapat mempermudah dalam pencapaian tujuan (Observasi) bila sudah diketahui dan terkumpul, maka dilakukan analisa terhadapnya untuk ditentukan mana yang digunakan.
c.       Mengadakan kemungkinan-kemungkinan
Faktor yang tersedia memberikan perencanaan membuat beberapa kemungkinan dalam pencapaian tujuan. Dimana kemungkinan yang telah diperoleh dapat diurut atas dasar tertentu, misalnya lamanya penyelesaian, besarnya biaya yang dibutuhkan efisiensi dan efektivitas dan lain sebagainya.
d.      Membuat sintesa
Sintesa yaitu alternatif yang akan dipilih dari kemungkinan-kemungkinan yang ada dengan cara mengawinkan sintesa dari kemungkinan-kemungkinan tersebut, dan kemungkinan-kemungkinan yang ada mempunyai kelemahan-kelemahan.
6.      Siapa Pembuat Rencana
a.       Panitia perencanaan
Panitia ini terdiri dari beberapa unsur yang mewakili beberapa pihak, yang masing-masing membawakan misinya untuk menghasilkan suatu rencana, dengan harapan rencana yang dibuat akan lebih baik.
b.      Bagian perencanaan
Seringkali tugas perencanaan, merupakan tugas rutin dalam suatu organisasi atau perusahaan, ini merupakan satu unit dalam suatu organisasi yang bertugas khusus membuat rencana. Jadi disini tidak ada unsur perwakilan yang mewakili suatu bagian dalam organisasi.
c.       Tenaga staf
Pada sebuah organisasi atau perusahaan ada dua kelompok fungsional yaitu:
·         Pelaksana, tidak disamakan dengan  pemimpin yaitu kelompok yang langsung menangani pekerjaan
·         Staf (pemikir) yaitu kelompok yang tidak secara langsung menghasilkan barang atau produk perusahaan, tugasnya menganalisa fakta-fakta untuk kemudian merencanakan sesuatu yang berguna.