Powered By Blogger

Rabu, 30 November 2011

imam abu hanifah


 Biografi Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan dengan sebutan Imam Hanafi bernama asli Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit Al Kufi, lahir di Irak pada tahun 80 Hijriah (699 M), pada masa kekhalifahan Bani Umayyah Abdul Malik bin Marwan. Beliau digelari Abu Hanifah (suci dan lurus) karena kesungguhannya dalam beribadah sejak masa kecilnya, berakhlak mulia serta menjauhi perbuatan dosa dan keji. dan mazhab fiqhinya dinamakan Mazhab Hanafi.
Pada masa remajanya, dengan segala kecemerlangan otaknya Imam Hanafi telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan hukum islam, kendati beliau anak seorang saudagar kaya namun beliau sangat menjauhi hidup yang bermewah mewah, begitu pun setelah beliau menjadi seorang pedagang yang sukses, hartanya lebih banyak didermakan ketimbang untuk kepentingan sendiri. . Disamping kesungguhannya dalam menuntut ilmu fiqh, beliau juga mendalami ilmu tafsir, hadis, bahasa arab dan ilmu hikmah, yang telah mengantarkannya sebagai ahli fiqh, dan keahliannya itu diakui oleh ulama ulama di zamannya, seperti Imam hammad bin Abi Sulaiman yang mempercayakannya untuk memberi fatwa dan pelajaran fiqh kepada murid muridnya. Keahliannya tersebut bahkan dipuji oleh Imam Syafi’i ” Abu Hanifah adalah bapak dan pemuka seluruh ulama fiqh “. karena kepeduliannya yang sangat besar terhadap hukum islam, Imam Hanafi kemudian mendirikan sebuah lembaga yang di dalamnya berkecimpung para ahli fiqh untuk bermusyawarah tentang hukum hukum islam serta menetapkan hukum hukumnya dalam bentuk tulisan sebagai perundang undangan dan beliau sendiri yang mengetuai lembaga tersebut.  
Kemasyhuran nama tersebut menurut para ahli sejarah ada beberapa sebab: 1.  Karena ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Hanifah, maka ia diberi julukan dengan Abu Hanifah. 2.  Karena semenjak kecilnya sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang dipelajarinya, maka ia dianggap seorang  yang hanif (kecenderungan/condong) pada agama. Itulah sebabnya ia masyhur dengan gelaran Abu Hanifah. 3.  Menurut bahasa Persia, Hanifah bererti tinta. Imam Hanafi sangat rajin menulis hadith-hadith, ke mana, ia pergi selalu membawa tinta. Karena itu ia dinamakan Abu Hanifah. Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar.
2.2 Madzhab Hanafi
2.2.1 Mazhab Hanafi
Pendiri mazhab Hanafi ialah: Nu’man bin Tsabit bin Zautha. Dilahirkan pada masa sahabat, yaitu pada tahun 80 H = 699 M. Beliau wafat pada tahun 150 H bertepatan dengan lahirnya Imam Syafi’I, beliau lebih dikenal dengan sebutan: Abu Hanifah An Nu’man. Abu Hanifah adalah seorang mujtahid yang ahli ibadah. Dalam bidang fikih beliau belajar kepada Hammad bin Abu Sulaiman pada awal abad kedua hijriah dan banyak belajar pada ulama-ulama tâbi’in, seperti Atha bin Abi Rabah dan Nafi’ Maula Ibnu Umar. Mazhab Hanafi adalah sebagai nisbah dari nama imamnya, Abu Hanifah. Jadi mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat yang berasal dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat-pendapat yang berasal dari para pengganti mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama ahli pemikiran (Ahlu al-Ra’yi). Maka disebut juga mazhab Ahlu alRa’yi masa tâbi’it tâbi’in.
2.2.2 Dasar-dasar Mazhab Hanafi
Abu hanafi adalah seorang ulama cerdas yang terkenal dalam bidang qiyas dan istihsan. Mahzab Abu Hanifah sebagai gambaran yang jelas atas dan nyata tetang samaan hukum-hukum fiqh dalam Islam dengan pandangan-pandangan masyarakat disemua tingkat kehidupan. Beliau dalam mengambil hukum sebuah permasalahan disesuaikan dengan masa itu atau sesuai dengan kebituhan masyarakat. Namun, beliau hukum-hukum beliau tidak menyimpang dari hukum atau ketetapan ajaran agama Islam. Beliau menggunakan istihsan ketika beliau sudah tidak menemukan lagi nashnya dalam Al-Quran dan Al-Hadist ataupun ijma. Dalam mahzab fiqhnya, beliau menggunakan urutan (level) dalam istimbatnya sebagai berikut; 
1)      Al-Quran
2)       Al-hadist 
3)       Ijma
4)       Qiyas 
5)       Istihsan.
Abu Hanifah berkata “Aku memberikan hukum berdasarkan Al-Quran, apabila tidak saya jumpai dalam Al-Quran, maka aku mennggunakan hadist rasulullah. dan jika tidak ada dalam keduanya, aku dasarkan pada pendapat para sahabat-sahabatnya aku (berpegang) kepada pendapat siapa saja dari para sahabat dan aku tinggalkan apa saja yang tidak aku sukai dan tetap berpegang kepada satu pendapat saja.” 
2.2.3 Pandangan Orang-orang Sezaman Terhadapnya
Abdullah bin Al-Mubaraq menerangkan bahwa Abu Hanifah adalah lambang. Seorang dari musuh bertanya: lambang dari kebaikan atau kejahatan? Abdullah menjawab: Engkau diam,Abu Hanifah adalah lambang dari kebaikan dan perantaraan dari kejahatan. Kemudian Abdullah membawakan sebuah hadist. Kami jadikan anak mariam (Nabi Isa) dan ibunya Mariam sebagai lambang. Ibnu Jarir merasa sedih ketika beliau mendengar bahwa Abu Hanifah telah meninggal dunia dan berkata: “Ilmu sudah hilang.” Dari kejadian-kejadian di atas menandakan bahwa begitu dicintai dan dihormati oleh sahabat-sahabatnya dikarenaan begitu tinggi keilmuannya dan begitu banyak yang telah beliau sumbang sisihkan terhadap perkembangan keilmuan Islam khususnya pada masalah fiqh.
2.2.4 Daerah-daerah Penganut Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi mulai tumbuh di Kufah (Irak), kemudian tersebar ke negara negara Islam bagian timur. Dan sekarang ini mazhab Hanafi merupakan mazhab resmi di Mesir, Turki, Syiria dan Libanon. Mazhab ini juga dianut sebagian besar penduduk Afganistan, Pakistan, Turkistan, Muslimin India dan Tiongkok.


2.3 Metode (Pendapat), Fiqh Imam Abu Hanifah
Adapun metodenya dalam Fiqh sebagaimana perkataan beliau sendiri: “Saya mengambil dari Kitabullah jika ada, jika tidak saya temukan saya mengambil dari Sunnah dan Atsar dari Rasulullah saw yang shahih dan saya yakini kebenarannya, jika tidak saya temukan di dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw, saya cari perkataan Sahabat, saya ambil yang saya butuhkan dan saya tinggalkan yang tidak saya butuhkan, kemudaian saya tidak akan mencari yang di luar perkataan mereka, jika permasalahan berujung pada Ibrahim, Sya’bi, al-Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Musayyib (karena beliau menganggap mereka adalah mujtahid) maka saya akan berijtihad sebagaimana mereka berijtihad”. 
Metode yang dipakainya itu jika kita rincikan maka ada sekitar 7 Ushul Istinbath yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah: al-Qur’an; Sunnah, Ijma’, Perkataan Shahabat, Qiyas, Istihsan dan ‘Urf (Adat).
1.      Al-Qur’an, Abu Hanifah memandang al-Qur’an sebagai sumber pertama pengambilan hukum sebagaimana imam-imam lainnya. Hanya saja beliau berbeda dengan sebagian mereka dalam menjelaskan maksud (dilalah) al-Qur’an tersebut, seperti dalam masalah mafhum mukhalafah.Sunnah/Hadits, Imam Abu Hanifah juga memandang Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an sebagaimana imam-mam yang lain.
2.       Yang berbeda adalah beliau menetapkan syarat-syarat khusus dalam penrimaan sebuah hadits (mungkin bisa dilihat di Ushul Fiqh), yang memperlihatkan bahwa Abu Hanifah bukan saja menilai sebuah hadits dari sisi Sanad (perawi), tapi juga meneliti dari sisi Matan (isi) hadits dengan membandingkannya dengan hadits-hadits lain dan kaidah-kaidah umum yang telah baku dan disepakati.
3.       Ijma’, Imam Abu Hanifah mengambil Ijma’ secara mutlak tanpa memilah-milih, namun setelah meneliti kebenaran terjadinya Ijma’ tersebut.
4.       Perkataan Shahabah, metode beliau adalah jika terdapat banyak perkataan Shahabah, maka beliau mengambil yang sesuai dengan ijtihadnya tanpa harus keluar dari perkataan Shahabah yang ada itu, dan jika ada beberapa pendapat dari kalangan Tabi’in beliau lebih cenderung berijtihad sendiri.
5.       Qiyas, belaiu menggunakannya jika mendapatkan permasalahan yang tidak ada nash yang menunjukkan solusi permasalahan tersebut secara langsung atau tidak langsung (dilalah isyarah atau thadhammuniyah). Disinilah nampak kelebihan Imam Abu Hanifah dalam mencari sebab (ilat) hukum.
6.       Istihsan, dibandingkan imam-imam yang lain, Imam Abu Hanifah adalah orang yang paling seirng menggunakan istihsan dalam menetapkan hukum.
7.      Urf, dalam masalh ini Imam Abu Hanifah juga termasuk orang yang banyak memakai ‘urf dalam masalah-masalah furu’ Fiqh, terutama dalam masalah sumpah (yamin), lafaz talak, pembebasan budak, akad dan syarat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar