Pengertian
Musaqah
Musaqah menurut
bahasa adalah “As-Saqyu” yang artinya penyiraman. Sedangkan menurut
istilah musaqah adalah bentuk kerjasama
antara pemilik kebun (tanah) dengan petani atau penggarapnya, sehingga kebun
(tanah) tersebut menghasilkan sesuatu, dan hasilnya dibagi berdasarkan
perjanjian yang telah disepakati oleh keduanya.
Dasar Hukum Musaqah
Musaqah
hukumnya jaiz (boleh), hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW :
عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ الله
ُعَنْهُمَاأَنَّ النَّبِيَّ ص م عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ مَا يَخْرُجُ
مِنْهَا مِنْ
ثَمَرٍأَوْزَرْعٍ
(متفق عليه)
Dari ibnu Umar ra. “bahwasanya Nabi
SAW telah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh
dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari lahan tersebut” (HR.
Muttafaq Alaih).
Rukun dan
Syarat Musaqah
1. Rukun Musaqah
Ulama Hanafiyah
berpendirian bahwa yang menjadi rukun dalam akad musaqah adalah ijab dari
pemilik tanah perkebunan, Kabul dari
petani penggarap, dan pekerjaan dari pihak penggarap.
Adapun menurut
Jumhur ulama fiqh yang terdiri dari ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan
Hanabilah berpendirian bahwa rukun musaqah itu ada lima, diantaranya yaitu:[1]
1.
Dua
orang atau pihak yang melakukan akad
2.
Tanah
yang dijadikan objek musaqah
3.
Jenis
usaha yang akan dilakukan oleh petani atau penggarap
4.
Ketentuan
mengenai penbagian hasil musaqah
5.
Ijab
dan Kabul (shighat)
2. Syarat Musaqah:
1. Pohon atau tanaman yang
dipelihara harus jelas dan dapat dilihat
2. Waktu pelaksanaan musaqah harus jelas, misalnya 1tahun, 2 tahun
ataupun sekali panen atau lainnya, dengan tujuan agar terhindar dari
perselisihan di kemudian hari.
3. Akad musaqah yang dibuat hendaknya sebelum nampak buahnya atau
hasil dari tanaman itu.
4. Pembagian hasil yang disebutkan harus jelas
Berakhirnya
Akad Musaqah
Menurut para ulama fiqh, akad musaqah berakhir apabila:[2]
1. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad telah habis
2. Salah satu pihak meninggal dunia
3. Ada uzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan
akad.
Aplikasi
Musaqah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Musaqah dalam
lembaga keuangan syariah merupakan produk khusus yang berkembang di bidang
sektor pertanian, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertaniannya dengan
benihnya kepada petani atau penggarap lahan untuk ditanami dan dipelihara
dengan imbalan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh keduanya.
Menurut
pendapat Syafi’I Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari Teori ke Praktik
menuliskan, ada lima prinsip dasar dalam perbankan syariah. Yaitu: prinsip
titipan atau simpanan (depeosito/ al-wadi’ah), jual beli (sale and purchase),
sewa (operational lease and financial lease), jasa (fee-based services), dan
bagi hasil (profit sharing).
Dalam prinsip dasar yang disebutkan terakhir (bagi hasil) ini, terdapat musyarakah, mudharabah, muzara’ah, dan musaqah Dalam konteks ini, lembaga keuangan islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang perkebunan atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen kebun.
Dalam prinsip dasar yang disebutkan terakhir (bagi hasil) ini, terdapat musyarakah, mudharabah, muzara’ah, dan musaqah Dalam konteks ini, lembaga keuangan islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang perkebunan atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen kebun.
Dari semua
pendapat ulama mengenai objek musaqah, tentunya yang lebih relevan adalah
pendapat yang membolehkan musaqah untuk semua tanaman atau pepohonan baik yaang
berbuah ataupun tidak seperti sayur-sayuran. Hal ini dikarenakan jika melihat
pendapat ulama yang membolehkan musaqah hanya sebatas pada kurma dan anggur,
maka hal ini akan menyia-nyiakan tanaman yang lain yang juga mempunyai banyak
manfaat. Apalagi, tidak semua pemilik kebun yang bisa menggarap kebunnnya
sendiri. Disamping itu, banyak juga orang yang mempunyai skill untuk merawat
kebun akan tetapi tidak memilki kebun. Dari sinilah, hubungan antara pemilik
kebun dan tukang kebun saling melengkapi.
Contoh
konkritnya diperbankan adalah ketika seorang nasabah bekerja sama dengan bank
yang mengembangkan dananya melalui sektor riil semacam agrobisnis dan
perkebunan. Dalam hal ini, bank mencari seseorang atau beberapa pekerja yang
dijadikan sebagai tukang kebun yang bertugas merawat, menjaga, dan yang paling
inti adalah menyirami kebun tersebut. Ketika kebun tersebut sudak berbuah, maka
bank dan tukang kebun berbagi hasil sesuai dengan prosentase yang sudah
ditentukan pada awal akad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar